I. 1. LATAR BELAKANG
Menurut
Dahuri (2005), salah satu faktor penyebab deplesi sumberdaya perikanan laut
adalah kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang sifatnya
destruktif. Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan ini pada
dasarnya merupakan kegiatan penangkapan ikan yang tidak legal. Penggunaan bom, racun, pukat harimau, dan
alat tangkap lainnya yang tidak selektif, menyebabkan terancamnya kelestarian
sumberdaya hayati laut, akibat kerusakan habitat biota laut dan kematian
sumberdaya ikan.
Dewasa
ini, sumberdaya terumbu karang yang ada di Kabupaten Nias Selatan telah mengalami kerusakan. Menurut CRITC (2006) terdapat 3.728 hektar
terumbu karang di Kabupaten Nias Selatan dan sebagian besar berada di kawasan
Pulau- Pulau Batu. Kerusakan terumbu
karang ini telah mencapai 72 %, dan hanya sekitar 5 % yang masih dalam
kondisi sangat baik. Penyebab utama
kerusakan terumbu karang di Nias Selatan adalah akibat kegiatan perikanan yang
tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan bahan peledak, racun dan pukat
harimau untuk penangkapan ikan (illegal fisihing). Selain itu, penambangan
karang sebagai bahan bangunan, pengambilan bunga karang sebagai souvenir,
dan tektonik bumi merupakan faktor yang mempercepat degradasi terumbu
karang.
Degradasi
ekosistem terumbu karang secara umum disebabkan oleh dua faktor, yaitufaktor
alami (autogenic causes) seperti bencana alam dan aktivitas manusia
(antrophogeniccauses) baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa
aktivitas manusia di darat sepertipertanian yang menggunakan pupuk organik,
anorganik dan pestisida dapat mempengaruhikehidupan organisme yang hidup dalam
ekosistem ini karena sebagian dari bahan-bahan tersebuthanyut ke laut melalui
aktivitas run-off
.
Selain itu, penebangan hutan yang tidak terkontrol jugamengakibatkan erosi
dimana akan berdampak pada tingginya laju sedimentasi yang masuk kedalam
perairan laut sehingga menutupi polip-polip karang. Aktivitas manusia lainnya
yang jugamerusak ekosistem terumbu karang secara langsung adalah penangkapan
ikan tidak ramahlingkungan dengan menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti
sianida dan bahan peledak yangdapat menyebabkan kematian hewan-hewan karang dan
kerusakan secara fisik terumbu karang.Penggunaan bahan peledak dan racun dalam
penangkapan ikan karang menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain
rusaknya terumbu yang ada di sekitar lokasi peledakan, jugadapat menyebabkan
kematian organisme lain yang bukan merupakan target. Sementara praktek
pembiusan dapat mematikan zooxanthella hewan penyusun karang sehingga karang
menjadiberubah warna yang akhirnya mati serta ikan-ikan lainnya ikut mati yang
tidak menjadi target.Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak (bom) dan bahan
beracun (potas) berpotensimenimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem
terumbu karang.
I. 2. RUMUSAN MASALAH
Pada makalah ini,
rumusan masalah atau batasan masalahnya yaitu:
A. Apa pengertian “Destructive Fishing”?
B.
Apa bentuk-bentuk dari “destructive Fishing”?
C. Apa penyebab dan dampak dari “Destructive
Fishing”
D. Apa penanggulangan penangkapan ikan tidak ramah lingkungan?
I. 3. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini agar kita dapat
mengetahui tentang pengertian destructive fishing, alat tangkap yang merusak,
dan dampak yang ditimbulkan serta upaya yang akan dilakukan untuk
meminimalisasi pengangkapan yang tidak ramah lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
II. 1. Pengertian
Destructive Fishing
“Destuctive Fishing” merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan nelayan seperti
menggunakan bahan peledak, bahan beracun dan menggunakan alat tangkap trawl,
bertentangan dengan kode etik penangkapan. Kegiatan ini umumnya bersifat
merugikan bagi sumberdaya perairan yang ada. Kegiatan ini semata-mata hanya
ingin meraup keutungan yang besar dengan cara cepat/instan akan tetapi memberikan dampak yang tidak baik bagi
ekosistem perairan khususnya terumbu karang.
Destructive fihsing merupakan kegiatan illegal fishing yaitu dengan tujuan
menangkap sebanyak-banyaknya ikan karang yang banyak namun dengan etika
penangkapan yang salah. Karena kegiatan penangkapan yang dilakukan
semata-mata memberikan keuntungan hanya untuk nelayan tersebut, dan berdampak
kerusakan untuk ekosistem karang. Kegiatan yang umumnya dilakukan nelayan dalam
melakukan penangkapan dan yang di kategorikan illegal fishing adalah
penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti kegiatan penangkapan
dengan pemboman, penangkapan dengan menggunakan racun serta penggunaan alat
tangkap trawl pada daerah yang memiliki karang
II. 2. Bentuk-Bentuk
Destructive Fishing
Seperti apa yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
destructive fishing merupakan kegiatan mall praktek dalam penangkapan ikan atau
pemanfaatan sumberdaya perikanan yang secara yuridis menjadi pelanggaran hukum
(kejahatan). Secara umum,maraknya destructive fishing disebabkan oleh beberapa faktor ; (1) Rentang
kendali danluasnya wilayah pengawasan tidak seimbang dengan kemampuan tenaga
pengawas yangada saat ini (2) Terbatasnya sarana dan armada pengawasan di laut
(3) Lemahnyakemampuan SDM Nelayan Indonesia dan banyaknya kalangan pengusaha
bermental pemburu rente ekonomi (4) Masih lemahnya penegakan hokum, serta (5)
Lemahnya koordinasi dan komitmen antar aparat penegak hukum.
Adapun
bentuk-bentuk kegiatan yang dikatakan sebagaidestructive fishing, beberapa
diantaranya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Penggunaan
Bahan Peledak (Bom)
Penggunaan
bahan peledak bom (dengan bahan berupa pupuk; cap matahari, beruang, obor).
Tropical Research and Conservation Centre (TRACC) mengungkapkan secara
matematis, bahwa setiap bahan peledak yang beratnyakurang lebih 1 kilogram
diledakkan, dapat membunuh ikan dalam radius 15hingga 25 meter, atau sekitar
500 meter persegi, dan menyisakan kawah sedalamsekitar 3 hingga 4 meter
diameter terumbu karang. Sementara IMA Indonesia(2001) mencatat penggunaan
bahan peledak berukuran botol minuman yang paling banyak dilakukan oleh nelayan
diperkirakan merusak setidaknya 10 meter
persegi. Kadang-kadang bom berukuran kecil dilempar lebih dulu untuk
mematikan ikan-ikan kecil, lalu disusul dengan bom yang lebih besar untuk
mendapatkan hasil yang lebih banyak. Penangkapan ikan dengan caramenggunakan
bom, mengakibatkan biota laut seperti karang menjadi patah,terbelah, berserakan
dan hancur menjadi pasir dan meninggalkan bekas lubang pada terumbu karang.
Indikatornya adalah karang patah, terbelah, tersebar berserakan dan hancur menjadi pasir,
meninggalkan bekas lubang pada terumbu karang.
Penggunaan Bahan Kimia
Penggunaan
bahan kimia seperti :, bius (kalium cianida – KCn) dan tuba (akar tuba).
Kegiatan penangkapan dengan bius dan tuba dilakukan pada daerah karangyang
diduga masih memiliki ikan yang banyak. Pelaku menyemprotkan bius atautuba
kesela-sela karang agar ikan stress, pingsang sehingga mudahmengambilnya.
Bahkan tidak jarang pelaku membongkar karang dengan linggisuntuk mendapatkan
ikan yang masih ada dalam liang karang. Dampak ekologisnya, penangkapan dengan
cara ini dapat menyebabkan kepunahan jenis- jenis ikan karang, misalnya ikan
hias, kerapu dan sebagainya. Disamping itu,dalam satu kali semprotan yang
mengeluarkan sekitar 20 mililiter mampumematikan terumbu karang dalam radius 5
kali 5 m persegi dalam waktu relatif 3hingga 6 bulan.
Secara
umum terutama pada daerah-daerah yang mempunyai jumlah terumbu karang yang
cukup tinggi, karena kebanyakan ikan-ikan dasar bersembunyi atau melakukan
pembiakan pada lubang-lubang terumbu karang. Sedang pelaku pembius memasukkan/
menyemprotkan obat kedalam lubang dan setelah beberapa lama kemudian ikan
mengalami stress kemudian pingsan dan mati, sehingga mereka dengan muda
mengambil ikan.
3. Penggunaan Alat Tangkap
Pukat
harimau (trawl)
Pukat
harimau (trawl) merupakan salah satu alat penangkap ikan yang digunakan oleh
nelayan. Alat ini berupa jaring dengan ukuran yang sangat besar, memilki lubang
jaring yangsangat rapat sehingga berbagai jenis ikan mulai dari ikan berukuran
kecil sampaidengan ikan yang berukuran besar dapat tertangkap dengan
menggunakan jaringtersebut. Cara kerjanya alat tangkap ditarik oleh kapal yang
mana menyapu kedasar perairan. Akibat penggunaan pukat harimau secara terus
menerusmenyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya perikanan.
Pukat
harimau (trawl) yang merupakan salah satu alat penangkap ikan saat ini telah
dilarang di wilayah perairan Indonesia sesuai Keputusan Presiden RI No.39 Tahun
1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl, namun pada kenyataannya masih banyak
nelayan yang melanggar dan mengoperasikan alat tersebut untuk menangkap ikan.
Indikatornya adalah karang mati, atau sulit bertahan hidup di daerah dimana
nelayannya sering menggunakan pukat harimau untuk menangkap ikan.
Penggunaan
Bubu (Trap)
Saat
ini bubu (trap) adalah sejenis alat yang paling banyak digunakan untuk
menangkap ikan karang (Alcala dan Russ 2002) dan telah banyak dioperasikan di
Indonesia dengan hasil yang memuaskan. Akan tetapi kedua alat ini memiliki
banyak keterbatasan. Hasil tangkapan per unit bubu relatif sangat terbatas dan
pada pengoperasiannya umumnya menggunakan terumbu karang untuk alat kamuflase.
Oleh karena hasil tangkapan per unit bubu erbatas akibat sifat kejenuhan alat
(Jennings et al. 2001), maka dioperasikan sekaligus cukup banyak bubu yang
diikatkan pada satu untaian tali. Dengan cara ini pada saat penurunan dan
penarikan alat sering terjadi benturan antara bubu dengan dasar perairan yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada dasar perairan terutama apabila terdapat terumbu
karang (Valdemarsen and Suuronen 2003). Sehingga dapat dikakatakan bahwa bubu
termasuk dalam kategori alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
II. 3. Penyebab dan Dampak
Destructive Fishing
Ada beberapa faktor
“Penyebab utama/alasan" atas pelaku terhadap kegiatan destructive
fishing di salah satu daerah di pesisir perairan Provinsi Sulawesi Tenggara
yaitu didaerah Pulau Wawonii dengan menggunakan bom ikan dan berupa racun (bius
dan tuba), antara lain:
Ø Adanya Pelaku Bom dari Pihak Luar.
Ø Adanya Pengedaran Bahan Baku yang masuk .
Ø Mereka dianggap sebagai Golongan Monoritas (Terabaikan).
Ø Kurangnya ketegasan sanksi hukum.
Ø Merupakan Tradisi.
Dampak yang
ditimbulkan dari destructive fishing adalah sebagai berikut:
Memusnahkan/merusak/mematikan
ikan/bibit ikan.
Merusak
terumbu karang/ habitat lain.
Mengancam
jiwa/merusak badan manusia itu sendiri.
Sulit
mencari ikan (mengurangi mata pencaharian nelayan lain).
Mengganggu
usaha nelayan lain/merusak rumput laut.
Lebih banyak
ikan terbuang dari pada hasil yang diperoleh.
II. 4. Penanggulangan Penangkapan
Ikan Tidak Ramah Lingkungan
Praktek
penangkapan ikan tidak ramah lingkungan yang menggunakan bahan peledak (bom)
dan racun (bius) makin marak dilakukan di berbagai wilayah perairan di
Kabupaten Biak.Praktek semacam ini selain menimbulkan kerugian ekologis, juga
menimbulkan dampak socialekonomi yang sangat besar terhadap negara dan daerah,
serta dapat memicu berbagai perselisihansocial yang memprihatinkan terutama
akibat menurunnya produktivitas ekosistem terumbukarang. Agar keberlanjutan
sumberdaya dapat dipertahankan, maka aktivitas manusia(antrophogenic causes)
yang baik secara langsung maupun tidak langsung yang berpotensimerusak
keberlanjutan sumberdaya ekosistem terumbu karang mestinya diminimalisasi,
salahsatunya adalah penanggulangan penangkapan yang yang menggunakan bahan
peledak.Dalam upaya meminimalisasi penangkapan ikan yang tidak ramah
lingkungan, denganmenggunakan bahan peldak (bom) dan racun (sianida) khususnya
adalah :
1) Pengembangan Mata Pencaharian
Masyarakat
pesisir (nelayan) dikategorikan masihmiskin dan memiliki tingkat pendidikan yan
sangat rendah. Perilaku masyarakat yangcenderung destruktif sangat dipengaruhi
oleh factor ekonomi (kemiskinan) dalam memenhikebutuhannya dan diperparah
dengan sifat keserakahan dalam mendapatkan hasil yangmaksimal walaupun ditempuh
dengan cara-cara yang merugikan karena bukan saja merusak lingkungan ekosistem
terumbu karang saja tetapi juga memutus rantai mata pencaharian anak cucu.
Bukan hanya itu, factor rendahnya tingkat pendidikan juga mempengarhi
perilakumasyarakat tersebut. Dengan alternative mata pencaharian (tambahan)
diharapkan dapatmemberikan nilai tambah sehingga masyarakat pesisir (nelayan)
destruktif akan berkurang.
2)
Penegakan Hukum
Secara umum
maraknya kegiatan penangkapan ikan dengan merusak dibeberapa daerah termasuk di
Kepulauan Padaido Kabupaten Biak adalah penegakan hukum. Beberapa kasus yang
tidak diselesaikan secara baik dan tuntas dan transparan memicuperilaku
masyarakat. Ketidakpuasan masyarakat akibat penanganan pelanggaran
tersebutsemestinya diperbaiki mulai dari aparat penegakan hukum yang terkait.
3)
Pendidikan dan Penyadaran tentang
Lingkungan
Sebagaimana
yang dipaparkan dipointpertama di atas, dimana secara umum masyarakat pesisir
(nelayan) terutama yangdiindikasikan sebagi pelaku penangkapan ikan dengan
merusak tersebut memiiki pendidikanrendah sehingga pengetahuan tentang
pentingnya ekosistem terumbu karang terbatas. Denganpendidikan dan penyadaran
tentang lingkungan dapat melalui seminar, lokakarya, workshop,studi banding
dapat ditingkatkan.
4)
Pengaturan Waktu, Jumlah, Ukuran dan
Wilayah Tangkap
Di beberapa
lokasi pengaturanwaktu, jumlah, ukuran dan wilayah tangkap sudah dikembangkan.
Namun kendalanya dibeberapa lokasi di Indonesia khususnya di Kepulauan Padaido
merupakan sesuatu hal angmasih sulit. Hal inidisebabkan oleh masih terbatasnya
penelitan/kajian aspek-aspek dariterumbu karang dan komunitas masyarakat
pesisir (nelayan) serta sumberdaya manusiapelaksana maupun pelaku kebijakan yang
masih terbatas.
Implementasi
dari empat point penanggulangan penangkapan ikan tidak ramah lingkungandengan
cara merusak (destructive fishing) dapat dipastikan meminimalisasi dampak dari
kegiatantersebut tentunya jika diimplementasikan dengan baik (focus dan
terintegrasi).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan yang dapat
ditarik dari makalah ini adalah sebagai berikut:
“Destuctive Fishing” merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan nelayan seperti
menggunakan bahan peledak, bahan beracun dan menggunakan alat tangkap trawl,
bertentangan dengan kode etik penangkapan.
Adapun
bentuk-bentuk kegiatan yang dikatakan sebagai destructive fishing yaitu
penggunaan bahan peledak seperti bom, penggunaan bahan kimia seperti kalium
cianida, dan juga penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang tidak
ramah lingkungan seperti Trawl dan bubu.
Dampak yang
ditimbulkan dari destructive fishing adalah sebagai berikut yaitu
Memusnahkan/merusak/mematikan ikan/bibit ikan, Merusak terumbu karang/ habitat
lain, Mengancam jiwa/merusak badan manusia itu sendiri, Sulit mencari ikan
(mengurangi mata pencaharian nelayan lain), Mengganggu usaha nelayan
lain/merusak rumput laut, dan Lebih banyak ikan terbuang dari pada hasil yang
diperoleh.
Penanggulangan
penangkapan ikan tidak ramah lingkungan yaitu: pengaturan waktu, jumlah, ukuran
dan wilayah tangkap, pendidikan dan penyadaran tentang lingkungan, penegakan
hukum, dan pengembangan mata pencaharian.
DAFTAR PUSTAKA
http://coastalunhas.com/incres/data/fa2420db2f9ca24683105e6287b86fa8.pdf
http://www.scribd.com/doc/12065540/Penangkapan-Ikan-Tidak-Ramah-Lingkungan-Dampak-Dan-Penanggulangannya
http://www.scribd.com/doc/14685001/DAMPAK-SOSEK-DESTRUCTIVE-FISHING
http://mukhtar-api.blogspot.com/2008/09/destructive-fishing-di-perairan.html
http://why-theocean.blogspot.com/2013/02/destructive-fishing.html