Wednesday 19 February 2014

Alasan Trawl dilarang pada Kepres No. 39 tahun 1980



TUGAS TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN
Soal:
Mengapa trawl dilarang dioperasikan pada Kepres No. 39 Tahun 1980?
Jawaban:
Penggunaan trawl dalam kegiatan perikanan tangkap hampir dilakukan di seluruh dunia. Trawl yang dimaksud adalah bottom shrimp trawl net atau pukat udang dasar. Sementara di Indonesia, trawl telah digunakan di Indonesia sejak tahun 1969 untuk menangkap udang secara komersial, khususnya di wilayah perairan Sumatera Utara. Bahkan pada tahun 1970-an merupakan masa berkembangnya trawl, karena tingginya permintaan dunia akan udang dan berkembangnya perusahaan-perusahaan perikanan udang.
Namun demikian, perkembangan trawl pada saat itu menimbulkan konflik antar nelayan. Tidak sedikit konflik yang terjadi menimbulkan korban jiwa. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, maka pada tanggal 1 Juli 1980 dikeluarkanlah Kepres No. 39/1980. Pasca dikeluarkannya Kepres tersebut, pengadaan bahan baku udang nasional tersendat. Oleh karenanya, dalam rangka memanfaatkan sumberdaya udang di perairan kawasan timur Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan peraturan baru melalui Kepres No. 85 Tahun 1982 tentang Penggunaan Pukat Udang. Menurut Kepres ini, pukat udang dapat dipergunakan menangkap udang di perairan kepulauan Kei, Tanimbar, Aru, Irian Jaya, dan laut Arafura dengan batas koordinat 1300 B.T. ke Timur, kecuali di perairan pantai dari masing-masing pulau tersebut yang dibatasi oleh garis isobat 10 meter. Dengan kata lain, Kepres No. 85/1982 hanya mengizinkan penggunaan secara terbatas alat tangkap trawl, karena di luar wilayah yang diatur Kepres No. 85/1982, ketentuan-ketentuan yang tertuang pada Kepres No. 39/1980 tetap berlaku.
Pukat trawl dilarang dengan alasan yaitu pertama; berkaitan pembinaan sumber daya ikan (SDI); penggunaan yang tidak terkendali berdampak negatip pada kelestarian. Dengan mesh size (mata jaring) kecil maka ikan/udang berbagai ukuran tertangkap tanpa batasan. Diharapkan dengan kebijakan hapusnya trawl maka hasil tangkapan nelayan tradisional meningkat. Hal itu dilakukan mengingat wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia sangat rentan terhadap penggunaan alat penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan ciri khas alam, serta kenyataan terdapatnya berbagai jenis sumber daya ikan di Indonesia yang sangat bervariasi, menghindari tertangkapnya jenis ikan yang bukan menjadi target penangkapan.
Kedua, menghindarkan ketegangan sosial antara nelayan tradisional dan pengguna kapal trawl; karena alat tangkap (statis) milik nelayan di fishing ground nya rusak terseret trawl; ditambah kesenjangan perolehan hasil.
Dua hal mendasar inilah yang digunakan bahan pertimbangan Keppres No.39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl; yang ditanda tangani tanggal 1 Juli 1980. Negara tetangga heran atas kebijakan tersebut; karena dengan alat produktif seperti trawl ini akan menunjang kebutuhan pangan ikani maupun devisa negara utamanya berasal dari komoditas udang. Keputusan presiden ini sebenarnya menguntungkan karena peluang memanfaatkan SDI lebih besar; sebab kebijakan itu dibarengi dengan mengucurnya Kredit Keppres No.39 Tahun 1980 dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas usaha nelayan tradisional; namun buntutnya justru menimbulkan masalah karena tidak tepat mutu dan sasarannya.


Referensi:
http://birokrasi.kompasiana.com/2012/08/25/kepres-39-tahun-80-yang-multi-tafsir-wisnu-aj-482013.html
http://mimbarperikanan.blogspot.com/2011/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/983/PUKAT-HELA-ANTARA-PRO-DAN-KONTRA/?category_id=30

1 comment: